Super Shot Soccer: Ketika Sepak Bola dan Super Power Jadi Satu

Jakarta, teckknow.com – Jika kamu tumbuh besar di era PlayStation 1, besar kemungkinan kamu pernah mendengar atau bahkan memainkan Super Shot Soccer. Ini bukan game sepak bola biasa. Lupakan dulu permainan realistis ala FIFA atau Winning Eleven. Game ini lebih mirip campuran antara sepak bola dan anime shounen. Setiap negara punya jurus super—ada yang menembakkan bola api, ada yang pakai kepala banteng, bahkan ada yang bikin bola jadi meteor.

Game ini dirilis oleh Tecmo (ya, developer dari seri Dead or Alive dan Ninja Gaiden) pada tahun 2002. Meskipun secara visual tidak terlalu mencolok dibanding game besar lainnya saat itu, Super Shot Soccer punya daya tarik unik: keanehannya. Di mata anak-anak, inilah definisi cool. Di mata orang dewasa, game ini campy tapi sangat menghibur.

Anehnya lagi, meskipun game ini cukup populer di kalangan gamer PS1 Indonesia, secara global ia agak underrated. Banyak gamer luar negeri justru mengenalnya lewat emulator bertahun-tahun kemudian. Tapi bagi gamer 90-an lokal, Super Shot Soccer sudah jadi legenda.

Jurus Super yang Konyol Tapi Memuaskan

Super Shot Soccer

Salah satu aspek paling memorable dari Super Shot Soccer adalah jurus super dari tiap negara. Jerman bisa memanggil robot; Prancis bisa mengendalikan bola dengan telekinesis; Brazil punya jurus samba dengan iringan musik. Jepang? Tentu saja punya tendangan khas ala anime yang bisa membelah angin.

Setiap tim punya semacam “kekuatan nasional” yang mewakili stereotip lucu negara tersebut. Inggris, misalnya, bisa membuat bola berputar seperti teh yang sedang diaduk. Argentina? Mereka bisa menghipnotis musuh. Apakah ini realistis? Tentu tidak. Tapi di sinilah letak keseruannya.

Game ini seperti versi video game dari kartun Captain Tsubasa, tapi lebih liar. Bahkan, beberapa jurus bisa membuat kiper terpental jauh ke belakang atau gawang runtuh. Imajinatif? Banget. Balans? Tentu tidak. Tapi kamu tidak memainkan game ini untuk realismenya, kan?

Anekdot fiktif: Aku ingat dulu waktu main bareng kakakku, kami berantem karena dia pakai Italia dan terus-terusan ngeluarin jurus palu godam—aku jadi tidak bisa lewat sama sekali. Aku yang pakai Nigeria pun akhirnya balas dengan jurus harimau terbang. Ujung-ujungnya kami berdua tertawa karena bolanya malah nyasar keluar stadion.

Gameplay yang Gampang Tapi Adiktif

Dibandingkan game sepak bola modern, kontrol Super Shot Soccer sangat sederhana. Tombol segitiga untuk umpan lambung, X untuk umpan biasa, kotak untuk tembak, dan lingkaran untuk tackle. Tapi di sinilah keunikannya: tombol L1 dan R1 bisa digunakan untuk mengaktifkan jurus super (dengan syarat bar kekuatan penuh). Ini menjadikan pertandingan bukan hanya soal strategi, tapi juga soal waktu yang tepat untuk melepaskan kekuatan pamungkas.

Sistem stamina dan energi juga membuat pemain tidak bisa sembarangan menggunakan skill spesial. Ada semacam keseimbangan antara kapan harus bermain normal dan kapan harus all-out. Ini menciptakan tensi yang unik. Misalnya, kamu bisa sengaja bertahan dulu agar bar penuh, lalu membalikkan keadaan di menit terakhir dengan jurus pemecah gawang.

Walau secara teknis game ini terbilang janky—AI-nya terkadang tidak terlalu pintar, bola bisa “nempel” ke kaki secara ajaib, dan beberapa tim terasa terlalu overpowered—semua itu malah menambah charm game ini.

Oh, dan jangan lupakan mode multiplayer. Di sinilah game ini bersinar. Main bareng teman, saling adu jurus, tertawa saat bola berubah jadi naga—pengalaman ini sulit digantikan.

Kenapa Game Ini Jadi Legenda di Kalangan Anak Rental PS1

Bagi banyak gamer Indonesia, Super Shot Soccer adalah game wajib saat ke rental PS1. Salah satu alasannya? Game ini lucu dan cepat dimengerti. Bahkan anak yang belum bisa baca pun bisa menikmati permainan ini karena visualnya sangat ekspresif. Setiap jurus punya animasi khas yang gampang diingat.

Rental PS1 biasanya menyewakan per jam. Jadi game seperti ini—yang bisa langsung dimainkan tanpa perlu belajar terlalu lama—sangat ideal. Apalagi dengan mode dua pemain yang jadi rebutan. Beberapa anak bahkan sampai taruhan es teh kalau menang (true story dari warung sebelah sekolahku waktu SD).

Secara tidak langsung, Super Shot Soccer juga mempererat pertemanan. Game ini mengundang gelak tawa, teriakan kesal, dan saling ejek yang harmless. Salah satu kenangan terbaikku adalah ketika seorang teman berteriak karena kalah akibat jurus teleportasi Spanyol yang bikin bola muncul langsung di gawang. Dia sampai lempar stick (untung stick rental kuat-kuat, ya?).

Ada semacam budaya kecil yang terbentuk di sekitar game ini. Kamu bukan cuma bermain bola, kamu juga sedang adu “jutsu”. Setiap anak punya “negara favorit”, dan kadang jadi bahan debat siapa yang terbaik: Meksiko dengan tendangan topinya? Atau Korea Selatan dengan jurus pasukan militer?

Warisan Super Shot Soccer dan Relevansinya Hari Ini

Hingga hari ini, Super Shot Soccer masih sering disebut di berbagai forum nostalgia game retro. Ada modder yang mencoba membawa elemen jurusnya ke game modern. Ada juga yang membuat remake tak resmi dengan grafis lebih tajam. Sayangnya, Tecmo sendiri belum pernah mengumumkan sekuel atau remaster resmi—padahal potensinya besar.

Di era game modern yang makin realistis dan kompetitif, Super Shot Soccer justru jadi pengingat bahwa video game juga tentang fun dan kreativitas. Game ini tidak butuh lisensi FIFA, tidak perlu engine physics canggih, cukup imajinasi dan keberanian untuk menjadi beda.

Apakah game ini sempurna? Jelas tidak. Tapi justru ketidaksempurnaan itu yang membuatnya memorable. Ia seperti kawan lama yang kadang norak tapi selalu bisa bikin kita ketawa. Dan seperti banyak game klasik lainnya, nilai sejatinya bukan pada grafik atau realismenya, tapi pada kenangan yang ia ciptakan.

Banyak pemain muda sekarang mungkin belum pernah mendengar judul ini. Tapi bagi generasi 90-an dan awal 2000-an, Super Shot Soccer adalah bagian penting dari sejarah kecil yang lucu tapi berkesan.

Penutup

Super Shot Soccer bukan cuma game. Ia adalah kapsul waktu penuh warna, suara khas menu PS1, dan tawa anak-anak di warnet game. Sebuah bukti bahwa dalam dunia digital sekalipun, keanehan bisa jadi keunggulan. Siapa tahu, suatu hari Tecmo memutuskan untuk menghidupkan kembali game ini dalam versi modern—dengan jurus yang lebih gila dan grafis yang lebih menggila. Tapi kalaupun tidak, kita selalu punya emulator… dan segudang nostalgia.

Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming

Baca Juga Artikel Dari: Mengenal Dunia Idle Office: Game Simulasi Kantoran yang Santai dan Seru

Author