Witch of Eclipse: Penyihir Bayangan Dunia yang Hampir Lenyap

Saya masih ingat, itu malam minggu biasa, cuaca agak mendung, dan saya lagi scroll forum game RPG indie. Salah satu thread-nya bikin saya berhenti: “Game baru pixel art, penuh misteri, judulnya Witch of Eclipse.” Saya klik dengan penasaran. Visualnya… suram, warna ungu dan hitam mendominasi, dan tokoh utama terlihat seperti penyihir perempuan bertudung, berdiri di tengah reruntuhan dunia gelap.

Saya langsung tahu, game ini bukan sembarang RPG. Dan setelah saya mainkan selama dua minggu penuh, saya bisa bilang: Witch of Eclipse bukan sekadar permainan. Ini pengalaman emosional dan psikologis yang menghantui, tapi indah.

Apa Itu Witch of Eclipse? Dunia yang Terbelah oleh Kegelapan

Ilustrasi lima karakter wanita anime bergaya penyihir dari game Witch of Eclipse, mengenakan kostum khas dengan topi runcing dan aksen magis

Witch of Eclipse adalah game RPG petualangan dengan elemen misteri dan eksplorasi psikologis. Setting-nya adalah dunia pasca-kiamat yang hampir hancur total akibat “eclipse” (gerhana abadi) yang merenggut cahaya dan akal sehat dari banyak makhluk hidup.

Kita berperan sebagai Lyria, seorang penyihir yang entah bagaimana masih sadar dan waras. Tugas kita bukan menyelamatkan dunia—karena dunia ini sudah tidak bisa diselamatkan—tapi mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.

Yang membuat saya terpikat adalah narasi dan atmosfernya. Tidak ada pahlawan sempurna. Tidak ada musuh sejati. Hanya abu-abu, keputusan sulit, dan sisa-sisa peradaban yang terputus dari cahaya.

Elemen Gameplay yang Unik: Perlahan, Tapi Menyerap

Berbeda dengan RPG biasa, Witch of Eclipse tidak memberi misi jelas. Tidak ada indikator “quest active.” Kita dituntut untuk:

  • Bicara dengan karakter NPC misterius

  • Menjelajahi reruntuhan dunia lama

  • Mengumpulkan “shard memory” atau pecahan ingatan

  • Menyusun kembali sejarah yang terlupakan

Ada puzzle lingkungan yang menantang, tapi yang bikin saya paling berkesan adalah percakapan dalam game. Mereka seperti puisi, penuh makna tersirat. Bahkan musuh yang kita hadapi—yang disebut Echoes—sebenarnya adalah refleksi jiwa yang kehilangan harapan.

Dalam satu momen, saya menemukan sebuah ruang bawah tanah. Di sana, ada karakter tua yang berkata, “Kau mencari cahaya, tapi tak tahu apakah cahaya itu masih ingin kau temui.” Kalimat itu bikin saya termenung lama.

Sistem Pertarungan Witch of Eclipse: Taktis, Tapi Juga Emosional

Sistem pertarungan di game ini berbasis turn-based klasik. Tapi ada twist: emosi dan ingatan karakter memengaruhi kekuatan serangan.

Setiap kali Lyria bertarung, dia bisa menggunakan “Rune of Memory” untuk mengakses kemampuan baru, tergantung ingatan yang telah ia pulihkan. Semakin banyak ingatan yang ditemukan, semakin besar pula beban emosionalnya.

Saya pernah salah strategi dan menggunakan ingatan masa kecil Lyria dalam pertarungan. Akibatnya? Dia menang, tapi mengalami kondisi “Soul Drain”—sejenis trauma digital yang membuat dia tidak bisa bicara dengan NPC selama satu hari in-game.

Game ini memaksa saya berpikir bukan soal menang atau kalah, tapi soal apa konsekuensi dari kekuatan yang kita gunakan.

Latar Cerita: Dunia yang Hancur Karena Harapan Itu Sendiri

Latar belakang dunia Witch of Eclipse bukan sekadar “dunia yang hancur karena sihir.” Melalui fragmen ingatan dan catatan-catatan lama yang saya temukan, saya belajar bahwa eclipse terjadi karena para penyihir mencoba “menyempurnakan harapan.”

Mereka mengembangkan sihir terang untuk menghapus penderitaan. Tapi cahaya berlebih justru membakar keseimbangan. Eclipse adalah bentuk konsekuensi dari keangkuhan manusia yang ingin kesempurnaan.

Ini mengingatkan saya pada tema-tema seperti di NieR: Automata atau Dark Souls, tapi dikemas dalam gaya pixel art yang minimalis namun sangat ekspresif.

Saya sempat membaca catatan developer-nya, studio kecil bernama Lunatera Games, yang memang ingin menciptakan game yang mengajak pemain “merenung dan mengalami, bukan sekadar bermain.”

Soundtrack yang Membekas dan Membawa Jiwa

Satu hal yang nggak bisa saya abaikan dari game ini adalah musik latarnya. Komposernya menggunakan alat akustik dan synth analog yang menyatu dengan tema eclipse—terasa seperti bisikan malam yang panjang.

Ada satu lagu berjudul “Afterlight Garden,” yang hanya muncul ketika kamu menemukan ruang rahasia di reruntuhan kuil. Saya duduk hampir 10 menit di sana, hanya mendengarkan. Rasanya damai, tapi sekaligus menyayat.

Saya bahkan cari soundtrack-nya di YouTube setelah tamat bermain. Bukan karena nostalgia, tapi karena memang setenar itu buat saya.

Visual Witch of Eclipse dan Gaya Pixel Art: Sederhana, Tapi Mampu Menggambarkan Emosi

Gaya visual game ini pakai pixel art 16-bit, tapi jangan tertipu. Ekspresi karakter bisa tersampaikan hanya dengan gerakan halus dan warna.

Kombinasi warna ungu, hitam, dan biru keabuan mendominasi hampir seluruh scene. Tapi justru itulah kekuatan game ini—keterbatasan visual yang mendorong imajinasi pemain.

Kuil yang runtuh, langit yang tak pernah cerah, karakter yang berjalan dengan langkah berat—semuanya tersaji tanpa dialog panjang, tapi bisa terasa di hati.

Pilihan Moral dan Multi Ending Witch of Eclipse

Saya menyelesaikan game ini 3 kali. Pertama kali, saya dapat ending “Retreat,” di mana Lyria memutuskan menyerah dan membiarkan dunia menutup dirinya dalam gelap.

Kedua, saya pilih ending “Consume,” yaitu saat Lyria mengambil alih eclipse untuk menjadi cahaya palsu.

Dan ketiga, saya dapat ending tersembunyi “Eclipsed Memory,” di mana Lyria mengorbankan seluruh memorinya agar dunia bisa perlahan pulih—tapi dia sendiri lupa siapa dirinya.

Ending terakhir itu… bikin saya nangis. Karena saya merasa telah melewati perjalanan panjang, hanya untuk kembali ke titik awal sebagai orang baru.

Komunitas dan Teori yang Bermunculan

Di Reddit dan forum gaming, banyak yang membuat teori soal siapa sebenarnya Lyria. Apakah dia penyihir terakhir, atau hanya proyeksi eclipse itu sendiri?

Ada juga teori bahwa semua Echoes yang kita lawan sebenarnya adalah versi masa depan dari Lyria. Teori ini makin diperkuat dengan satu cutscene rahasia yang bisa kamu dapat jika menyelam ke labirin waktu di bawah danau.

Game ini bukan hanya menyajikan cerita, tapi juga ruang untuk tafsir dan diskusi. Itu salah satu daya tarik terbesarnya.

Rekomendasi Buat Kamu yang Ingin Bermain

Kalau kamu tertarik memainkan Witch of Eclipse, berikut tips dari saya:

  • Gunakan headphone! Suara ambient-nya nggak boleh dilewatkan.

  • Jangan buru-buru tamatkan. Nikmati tiap fragmen ingatan.

  • Jangan takut salah pilih—karena semua pilihan punya arti.

  • Siapkan tisu di akhir cerita.

Game ini tersedia di PC dan Switch, dan sejujurnya lebih nyaman dimainkan di handheld. Rasanya seperti membaca novel gelap interaktif.

Kesimpulan: Witch of Eclipse adalah Cermin Jiwa di Dunia Gelap

Dari semua game indie yang pernah saya mainkan, Witch of Eclipse adalah salah satu yang paling membekas. Bukan karena gameplay-nya, tapi karena cara game ini menyentuh sisi paling sunyi dalam diri saya.

Ini bukan game buat semua orang. Tapi jika kamu suka tema gelap, pilihan moral ambigu, dan eksplorasi emosional—kamu akan jatuh cinta.

Bagi saya, Lyria bukan hanya karakter game. Dia adalah refleksi dari pertanyaan besar: Apa yang akan kamu korbankan demi menyelamatkan sesuatu yang mungkin sudah terlambat?

Mengecek isi kedalaman laut bersama: Darkwater Depths: Saat Eksplorasi Laut Dalam Jadi Mimpi Buruk

Author