Street Fighter V: Evolusi Game Legendaris yang Bangkit

Jakarta, teckknow.com – Februari 2016. Dunia fighting game bersiap menyambut generasi baru dari salah satu franchise paling legendaris: Street Fighter V. Antusiasme terasa di mana-mana—dari streamer Twitch, forum Reddit, hingga warnet-warnet kecil yang masih menyediakan PS4.

Tapi tak butuh waktu lama sebelum suara sorak-sorai berubah jadi bisik kecewa. Banyak pemain veteran merasa game ini rilis dalam keadaan “belum matang”. Fitur single-player terbatas. Story mode belum siap. Bahkan sebagian karakter inti absen di awal peluncuran. Wajar jika banyak fans menyebut versi awal ini sebagai “beta berbayar”.

Salah satu komentar dari pengguna NeoGAF waktu itu cukup mewakili sentimen umum: “Capcom kelihatannya buru-buru rilis demi masuk kalender EVO, bukan demi kualitas.” Dan memang, tekanan untuk tampil di EVO—turnamen e-sports fighting paling bergengsi—saat itu cukup besar.

Namun, kalau kita tarik mundur, keputusan Capcom tidak sepenuhnya tanpa alasan. Mereka ingin menjadikan SFV sebagai game kompetitif sejak hari pertama. Online infrastructure, frame data, netcode—semua diarahkan untuk memperkuat fondasi e-sports. Sayangnya, dengan meninggalkan aspek casual gamer, mereka kehilangan dukungan dari basis komunitas yang lebih luas.

Karakter, V-System, dan Strategi: Apa yang Membuat Street Fighter V Unik

Street Fighter V

Tapi kita tidak bisa bicara soal Street Fighter tanpa bicara soal gameplay. Dan meskipun awalnya dicibir, Street Fighter V secara sistem menyimpan banyak hal menarik.

Pertama, hadirnya V-System menggantikan Focus Attack dari SFIV. V-System terdiri dari tiga bagian:

  • V-Skill: gerakan unik tiap karakter, bisa digunakan untuk zoning, anti-zoning, atau mobility.

  • V-Trigger: mode khusus yang bisa diaktifkan setelah gauge penuh, sering kali membuka combo baru atau mengubah gaya bertarung karakter.

  • V-Reversal: digunakan untuk keluar dari tekanan lawan, memberikan cara defensif yang lebih aktif.

Sistem ini membuat tiap karakter terasa lebih dinamis. Misalnya, Ryu dengan V-Trigger II bisa menambahkan efek Denjin Hadoken, sementara Ibuki bisa menyulap granat waktu yang bikin musuh harus berpikir dua langkah ke depan.

Lalu soal roster, SFV memulai dengan 16 karakter saja, termasuk beberapa wajah baru seperti Necalli, Laura, dan F.A.N.G. Tapi seiring waktu, lewat update dan Season Pass, jumlah karakter membengkak hingga lebih dari 40, termasuk fan-favorite seperti Sakura, Sagat, dan Cody.

Seorang pemain kompetitif bernama Andre (IGN: DarkRelic), yang rajin ikut turnamen lokal di Jakarta, pernah bilang, “Di SFV, kamu gak cukup cuma hafal combo. Kamu harus ngerti tekanan, tempo, dan kapan sabar.” Dan itu terasa banget. SFV membuat tiap keputusan terasa berarti—apakah kamu akan menyerang? Menunggu? Atau memancing lawan melakukan kesalahan?

Capcom’s Redemption Arc: Bagaimana Update dan DLC Menyelamatkan Street Fighter V

Yang membuat Street Fighter V pantas dihargai bukan karena peluncurannya sukses, tapi karena bagaimana Capcom bangkit perlahan tapi pasti.

Melalui beberapa update besar seperti:

  • Arcade Edition (2018): Tambah Arcade Mode, UI baru, dan V-Trigger tambahan.

  • Champion Edition (2020): Hampir seluruh DLC digabung jadi satu, termasuk kostum, karakter, dan stage.

  • Final Season Update (2021): Tambah lima karakter baru dan sistem V-Shift, mekanik defensif baru untuk menghindar dari tekanan.

Perlahan-lahan, SFV mulai diakui kembali. Angka partisipasi di turnamen meningkat. Jumlah pemain aktif stabil. Review mulai bergeser dari “meh” ke “solid”.

Salah satu turning point penting adalah saat Capcom membuka diri pada masukan komunitas. Mereka mulai rajin mendengar feedback soal balance, hitbox, bahkan animasi. Mereka juga mulai melibatkan pro player sebagai advisor untuk patch berikutnya.

Bisa dibilang, Capcom belajar. Tidak sempurna, tapi mencoba. Dan itu dihargai oleh komunitas.

Seorang caster veteran asal Filipina, MajinBu, pernah menyebut SFV sebagai “game yang lahir premature tapi tumbuh jadi dewasa dengan elegan.” Analogi yang pas, karena transformasi game ini tidak instan. Butuh lima tahun untuk mencapai posisi sekarang.

SFV di Dunia E-Sports: Pilar Turnamen Global dan Panggung Juara Baru

Dalam dunia kompetitif, Street Fighter V sukses menjadi tulang punggung turnamen fighting game modern. Dari EVO, Capcom Cup, hingga Red Bull Kumite, SFV selalu punya panggung utama.

Dan menariknya, SFV memperluas demografi juara. Jika dulu didominasi pemain Jepang atau Korea, kini mulai muncul nama-nama dari Amerika Latin, Eropa Timur, bahkan Asia Tenggara. Pemain seperti MenaRD dari Republik Dominika yang menang Capcom Cup 2017, menjadi simbol perubahan itu.

Faktor utamanya? Online play yang makin stabil, ditambah kesempatan untuk kualifikasi dari berbagai wilayah.

Salah satu cerita inspiratif datang dari pemain Indonesia bernama Choi, yang meski belum tembus Capcom Pro Tour, berhasil masuk top 8 turnamen Asia Tenggara dua tahun berturut-turut. Dia bilang, “SFV ngasih gue alasan buat bangun pagi, latihan, dan percaya bahwa orang dari negara kecil bisa ngelawan dunia.”

Dan itulah kekuatan SFV di ranah e-sports: ia memberi ruang bagi siapa pun untuk mencoba.

Format Capcom Pro Tour juga membantu. Dengan sistem regional dan open qualifier, pemain tidak perlu modal besar untuk terbang ke luar negeri. Cukup punya koneksi stabil, dan mental baja.

Warisan dan Kritik: Apa yang Ditinggalkan Street Fighter V untuk Generasi Selanjutnya?

Sekarang, dengan Street Fighter 6 telah dirilis, pertanyaannya adalah: apa warisan dari Street Fighter V?

Jawabannya kompleks. Di satu sisi, SFV mengajarkan bahwa komunitas bisa menyelamatkan game yang nyaris gagal. Bahwa komunikasi antara developer dan pemain adalah kunci keberlanjutan. Bahwa tidak semua game harus sempurna di awal—asal cukup humble untuk terus diperbaiki.

Namun kritik tetap ada. Banyak yang menyayangkan monetisasi agresif lewat kostum dan konten DLC. Beberapa juga menganggap visual SFV terlalu “plastik” dibanding estetika tajam SFIII atau gaya cel-shading SF6.

Tapi secara teknis dan struktural, SFV telah membentuk fondasi modern untuk fighting game sebagai e-sport. Ia menggabungkan konsistensi kompetitif, ragam karakter, dan fitur online ke dalam satu paket yang cukup ramah untuk pendatang baru, dan cukup dalam untuk veteran.

Dan buat banyak orang—termasuk saya—Street Fighter V adalah game yang menyatukan ulang komunitas. Teman yang dulu putus kontak bisa ketemu lagi di lobby online. Komunitas lokal hidup kembali. Turnamen daring jadi acara rutin.

Penutup: Street Fighter V dan Kisah Bangkit yang Layak Dikenang

Street Fighter V mungkin bukan debut yang sempurna. Tapi siapa pun yang mengikuti perjalanannya dari awal hingga kini akan setuju—ini adalah salah satu contoh terbaik tentang bagaimana game bisa “tumbuh dewasa”.

Dari peluncuran yang mengecewakan, ke sistem yang berkembang, komunitas yang setia, hingga panggung e-sports dunia—Street Fighter V membuktikan satu hal: bahwa fighting game bukan sekadar kompetisi, tapi tentang koneksi.

Jadi, apakah SFV adalah seri terbaik? Itu tergantung siapa yang ditanya. Tapi satu hal pasti, SFV adalah game yang bertahan. Dan kadang, itu lebih penting dari segalanya.

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming

Baca Juga Artikel dari: Paul Tekken 8: Evolusi Si Petarung Rambut Tegak yang Tak Lelah

Author