Mengenal Lie Detector: Sejarah Cara Kerja dan Kontroversinya

Lie Detector

Sahabat Teckknow kenal Lie detector?, atau dalam istilah medis disebut polygraph, adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi kebohongan dengan mengukur dan mencatat respons fisiologis seseorang terhadap pertanyaan yang diajukan. Alat ini sering digunakan dalam investigasi kriminal dan proses rekrutmen untuk mendeteksi kebohongan atau ketidakjujuran. Namun, validitas dan keakuratannya sering diperdebatkan. Artikel ini akan mengulas sejarah, cara kerja, serta kontroversi yang mengelilingi penggunaan lie detector.

Sejarah Lie Detector

Lie detector pertama kali diperkenalkan pada awal abad ke-20. Pada tahun 1921, John Augustus Larson, seorang polisi dan mahasiswa kedokteran di University of California, Berkeley, mengembangkan polygraph pertama yang mencatat tekanan darah dan laju pernapasan. Alat ini kemudian disempurnakan oleh Leonarde Keeler pada tahun 1939 dengan menambahkan pengukuran konduktansi kulit, yang menjadi dasar bagi polygraph modern.

Cara Kerja Lie Detector

Lie detector bekerja dengan mengukur berbagai respons fisiologis tubuh yang dianggap berubah ketika seseorang berbohong. Respons tersebut meliputi:

  1. Tekanan Darah: Ketika seseorang berbohong, tekanan darahnya cenderung meningkat.
  2. Detak Jantung: Kebohongan sering kali menyebabkan detak jantung meningkat.
  3. Laju Pernapasan: Seseorang yang berbohong mungkin bernapas lebih cepat atau lebih lambat dari biasanya.
  4. Konduktansi Kulit: Keringat yang dihasilkan oleh tubuh saat berbohong meningkatkan konduktansi kulit.

Alat ini dilengkapi dengan beberapa sensor yang ditempatkan pada tubuh subjek untuk mencatat data tersebut. Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk menentukan apakah ada indikasi kebohongan.

Proses Pemeriksaan dengan Lie Detector

Proses pemeriksaan dengan lie detector biasanya melibatkan beberapa tahap:

  1. Pre-Test: Pemeriksa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dasar untuk mendapatkan respons normal dari subjek.
  2. Test: Pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan investigasi diajukan. Pertanyaan ini biasanya mencakup pertanyaan netral, pertanyaan kontrol, dan pertanyaan kritis.
  3. Post-Test: Hasil dari pengukuran dianalisis dan dibahas dengan subjek.

Keakuratan dan Validitas Lie Detector

Meskipun polygraph sering digunakan, keakuratan dan validitasnya tetap menjadi perdebatan. Beberapa penelitian menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi, sementara yang lain menunjukkan sebaliknya. Beberapa faktor yang mempengaruhi akurasi polygraph antara lain:

  1. Kondisi Psikologis Subjek: Stres atau kecemasan yang berlebihan bisa mempengaruhi hasil tes.
  2. Keterampilan Pemeriksa: Kemampuan dan pengalaman pemeriksa sangat mempengaruhi hasil tes.
  3. Metodologi yang Digunakan: Metode pengujian yang berbeda bisa menghasilkan tingkat akurasi yang berbeda.

Kontroversi dan Etika

Penggunaan lie detector menimbulkan banyak kontroversi, terutama terkait dengan keandalan dan etika penggunaannya. Beberapa argumen menentang penggunaan lie detector antara lain:

  1. Keandalan yang Dipertanyakan: Tidak ada jaminan bahwa polygraph dapat secara akurat mendeteksi kebohongan. Beberapa orang mungkin dapat menipu alat ini, sementara orang yang jujur bisa saja menunjukkan respons fisiologis yang serupa dengan orang yang berbohong.
  2. Privasi: Pemeriksaan dengan lie detector dianggap sebagai pelanggaran privasi karena melibatkan pengukuran respons fisiologis yang sangat pribadi.
  3. Tekanan Psikologis: Proses pemeriksaan bisa menimbulkan tekanan psikologis yang signifikan bagi subjek, yang bisa berdampak pada kesehatan mental mereka.

Penggunaan Lie Detector di Berbagai Bidang

Meskipun kontroversial, lie detector tetap digunakan di berbagai bidang, antara lain:

Penegakan Hukum

Di bidang penegakan hukum, polygraph sering digunakan oleh polisi dan agen federal dalam investigasi kriminal. Alat ini membantu mendapatkan petunjuk atau pengakuan dari tersangka atau saksi. Berikut adalah beberapa cara penggunaan lie detector dalam konteks ini:

  1. Interogasi Tersangka: Polygraph digunakan untuk menguji kebenaran pernyataan tersangka. Jika tersangka dinyatakan berbohong, hasil ini bisa memberikan arah baru bagi penyelidikan.
  2. Verifikasi Alibi: Ketika tersangka memberikan alibi, pemeriksaan polygraph dapat membantu menentukan apakah alibi tersebut benar atau dibuat-buat.
  3. Seleksi Kandidat Penegak Hukum: Beberapa departemen kepolisian menggunakan polygraph sebagai bagian dari proses seleksi untuk memastikan integritas dan kejujuran calon petugas.

Meskipun demikian, hasil polygraph tidak selalu dapat dijadikan bukti di pengadilan. Di banyak yurisdiksi, hasil polygraph dianggap sebagai bukti yang tidak dapat diterima karena keandalannya yang dipertanyakan. Namun, alat ini tetap digunakan sebagai alat bantu dalam proses investigasi untuk mengarahkan penyelidikan ke arah yang lebih tepat.

Rekrutmen

Dalam dunia kerja, terutama untuk posisi yang sensitif, beberapa perusahaan menggunakan polygraph untuk menyaring calon karyawan. Penggunaan ini lebih umum di sektor-sektor yang membutuhkan tingkat kepercayaan dan keamanan yang tinggi, seperti:

  1. Keamanan dan Intelijen: Agen pemerintah dan perusahaan keamanan sering menggunakan polygraph untuk memastikan bahwa calon karyawan tidak memiliki niat jahat atau latar belakang yang mencurigakan.
  2. Perusahaan Keuangan: Dalam industri keuangan, perusahaan mungkin menggunakan polygraph untuk memeriksa kejujuran calon karyawan, terutama bagi posisi yang berhubungan langsung dengan keuangan atau data sensitif.
  3. Transportasi dan Logistik: Perusahaan yang menangani pengiriman barang berharga atau bahan berbahaya mungkin menggunakan polygraph untuk memverifikasi latar belakang dan integritas calon karyawan.

Meskipun penggunaannya bisa membantu menyaring karyawan yang berpotensi bermasalah, penggunaan polygraph dalam rekrutmen menimbulkan isu etika dan privasi. Beberapa pihak berpendapat bahwa tes ini bisa menimbulkan tekanan psikologis yang tidak perlu bagi calon karyawan dan bisa menjadi bentuk diskriminasi.

Pengujian Kesetiaan

Penggunaan polygraph dalam konteks pribadi, seperti pengujian kesetiaan pasangan atau anggota keluarga, merupakan salah satu aplikasi yang paling kontroversial. Beberapa individu atau konselor pernikahan mungkin merekomendasikan penggunaan polygraph untuk:

  1. Mengatasi Perselingkuhan: Ketika ada dugaan perselingkuhan, polygraph digunakan untuk memeriksa kebenaran pernyataan pasangan tentang kesetiaan mereka.
  2. Masalah Keluarga: Dalam beberapa kasus keluarga, alat ini digunakan untuk menyelesaikan perselisihan atau kecurigaan antar anggota keluarga.
  3. Kasus Adopsi dan Penitipan Anak: Polygraph kadang digunakan untuk memastikan bahwa calon orang tua angkat atau pengasuh anak tidak memiliki niat buruk atau sejarah perilaku yang membahayakan.

Penggunaan polygraph dalam konteks ini sering kali dipandang negatif karena bisa merusak kepercayaan dan hubungan pribadi. Banyak ahli menyarankan agar masalah pribadi diselesaikan melalui komunikasi terbuka dan konseling daripada bergantung pada tes polygraph yang bisa menimbulkan ketidakpercayaan lebih lanjut.

Alternatif dan Inovasi

Seiring dengan kemajuan teknologi, berbagai alternatif dan inovasi dalam deteksi kebohongan telah dikembangkan. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Fungsi MRI: Pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) digunakan untuk mengamati aktivitas otak saat seseorang berbohong. Teknik ini dianggap lebih akurat karena langsung mengamati aktivitas otak.
  2. Analisis Suara: Teknologi analisis suara mencoba mendeteksi kebohongan dengan menganalisis perubahan nada dan pola suara saat seseorang berbicara.
  3. Pemindai Mata: Pemindai mata mengukur perubahan dalam gerakan mata dan pupil yang mungkin terjadi saat seseorang berbohong.

Kesimpulan

Lie detector, meskipun kontroversial, tetap menjadi alat penting dalam investigasi dan berbagai proses lainnya. Namun, penting untuk diingat bahwa keakuratannya tidak selalu dapat diandalkan dan penggunaannya harus diimbangi dengan pemahaman etis dan hati-hati. Inovasi terus berkembang, menawarkan metode baru yang mungkin lebih akurat dan etis dalam mendeteksi kebohongan. Seiring dengan perkembangan ini, diharapkan metode yang lebih andal dan manusiawi dalam mendeteksi kebohongan akan terus muncul dan digunakan secara luas.

Author