Jakarta, teckknow.com – Bicara soal RPG legendaris, Final Fantasy VII selalu berada di barisan terdepan. Game yang pertama kali rilis di PlayStation tahun 1997 ini bukan hanya sekadar permainan; ia adalah pengalaman emosional yang melahirkan fanbase global, bahkan di Indonesia. Nama Cloud Strife, Sephiroth, hingga Aerith menjadi ikon yang melintasi generasi.
Kini, lebih dari dua dekade berselang, Final Fantasy VII Remake membawa kembali cerita klasik itu dengan balutan modern. Square Enix tidak hanya melakukan remake biasa—mereka menata ulang, menambahkan detail, dan memperluas dunia yang dulu hanya bisa kita bayangkan dalam grafis poligonal sederhana.
Aku masih ingat cerita seorang teman gamer generasi 90-an. Katanya, dulu ia rela nongkrong di rental PS demi menyelesaikan petualangan Cloud. Kini, ia memainkan remake-nya di PlayStation 5 bersama anaknya. Ada semacam siklus nostalgia: game yang dulu menjadi pengantar masa kecil, kini jadi penghubung lintas generasi.
Dengan pendekatan sinematik, visual detail, dan sistem pertarungan baru, Final Fantasy VII Remake bukan hanya mengenang masa lalu, tapi juga menghidupkan kembali semangat RPG klasik untuk generasi baru.
Visual Modern, Dunia yang Hidup
Salah satu daya tarik utama remake ini adalah dunia Midgar yang dihidupkan kembali dengan detail luar biasa. Jika dulu kita hanya melihat potongan gambar latar 2D statis, kini Midgar benar-benar terasa sebagai kota yang hidup: jalanan ramai, cahaya neon, hingga hiruk pikuk warga kota.
Square Enix tidak main-main dalam membangun atmosfer. Lingkungan industrial yang suram, perbedaan kelas sosial antara penduduk sektor atas dan bawah, hingga detail kecil seperti graffiti atau kios makanan jalanan membuat Midgar lebih nyata.
Sinematik di game ini pun terasa seperti film blockbuster. Cutscene dibuat dengan kualitas sekelas CGI film animasi, membuat setiap interaksi karakter penuh ekspresi emosional.
Seorang pemain baru bahkan pernah berkomentar: “Saya tidak pernah main FFVII versi lama, tapi remake ini membuat saya langsung jatuh cinta pada dunia dan karakternya.” Itu bukti bahwa remake ini berhasil menjangkau fans lama sekaligus generasi baru.
Gameplay – Antara Nostalgia dan Inovasi
Jika bicara tentang Final Fantasy VII Remake, gameplay adalah topik yang paling sering dibahas. Square Enix berani keluar dari sistem turn-based klasik yang menjadi ciri seri lama. Sebagai gantinya, mereka menghadirkan hybrid combat system—perpaduan antara aksi real-time dengan elemen strategi.
Sistem Pertarungan Baru:
-
Action-Oriented: Pemain bisa mengendalikan karakter secara langsung, menyerang, menghindar, dan menggunakan skill.
-
ATB (Active Time Battle) Gauge: Meski lebih aksi, sistem ini tetap mempertahankan esensi RPG. Pemain harus menunggu gauge terisi untuk menggunakan ability, magic, atau item.
-
Switch Karakter: Pemain bisa berganti antara Cloud, Tifa, Barret, dan Aerith secara real-time. Ini menambah variasi strategi, karena tiap karakter punya gaya bertarung unik.
Bayangkan saat melawan boss seperti Airbuster—kombinasi serangan cepat Cloud, dukungan healing Aerith, dan tembakan jarak jauh Barret menciptakan dinamika pertarungan yang mendebarkan.
Namun, perubahan ini sempat memicu perdebatan. Fans lama ada yang kangen dengan sistem turn-based klasik. Tapi mayoritas justru mengapresiasi inovasi ini, karena membuat pertarungan lebih intens dan relevan dengan tren game modern.
Karakter – Lebih Hidup dan Mendalam
Salah satu kekuatan terbesar dari remake ini adalah bagaimana ia memperdalam karakter yang sudah ikonik.
-
Cloud Strife
Tidak lagi sekadar pahlawan berambut pirang dengan pedang raksasa, Cloud kini ditampilkan lebih manusiawi. Ekspresinya kompleks: dingin, canggung, tapi juga penuh keraguan. -
Aerith Gainsborough
Sosok penyembuh yang dulunya terlihat sederhana kini lebih ekspresif. Interaksinya dengan Cloud penuh nuansa humor dan ketulusan. -
Tifa Lockhart
Representasi karakter wanita yang kuat dan independen. Square Enix memberi lebih banyak sorotan pada dilema pribadinya sebagai bagian Avalanche. -
Barret Wallace
Dari sekadar pemimpin keras kepala, kini Barret tampil lebih emosional, terutama dalam hubungannya dengan putrinya, Marlene. -
Sephiroth
Antagonis ikonik ini muncul lebih awal dari versi original. Kehadirannya yang misterius menambah ketegangan cerita, membuat pemain terus merasa dibayangi oleh ancaman besar.
Dengan dialog lebih panjang, cutscene sinematik, dan side quest tambahan, karakter-karakter ini terasa lebih nyata. Pemain bisa lebih memahami motivasi mereka, sehingga ikatan emosional pun semakin kuat.
Cerita yang Diperluas – Antara Setia dan Berani Berbeda
Salah satu kejutan terbesar adalah bagaimana Square Enix memperluas cerita. Versi original tahun 1997 menampilkan Midgar hanya sebagai prolog sepanjang 5 jam. Namun dalam remake, seluruh game difokuskan hanya pada arc Midgar—diperluas menjadi lebih dari 30 jam gameplay.
Tambahan ini memungkinkan eksplorasi lebih dalam pada dunia, karakter, dan organisasi Avalanche. Pemain bisa melihat dinamika kehidupan warga Midgar, hubungan antar anggota Avalanche, hingga dilema moral dalam melawan Shinra.
Namun, perubahan terbesar ada di ending. Square Enix berani mengambil jalur narasi berbeda yang menimbulkan perdebatan di komunitas. Fans terbelah: ada yang menganggapnya brilian karena memberi ruang bagi cerita baru, ada juga yang khawatir remake ini justru menjauh dari esensi original.
Tapi satu hal pasti: Final Fantasy VII Remake bukan hanya pengulangan. Ia adalah reinterpretasi—sebuah “what if” yang berani.
Musik – Nostalgia yang Dibalut Modernitas
Musik adalah jiwa dari Final Fantasy, dan remake ini tidak mengecewakan. Komposer legendaris Nobuo Uematsu kembali terlibat, bersama Masashi Hamauzu dan Mitsuto Suzuki.
Soundtrack klasik seperti One-Winged Angel, Aerith’s Theme, dan Let the Battles Begin! hadir dalam aransemen baru yang megah. Orkestra penuh, kombinasi instrumen modern, bahkan variasi remix untuk tiap area membuat musik terasa segar, tapi tetap membangkitkan nostalgia.
Banyak pemain yang mengaku meneteskan air mata saat mendengar ulang melodi Aerith dengan orkestrasi baru. Musik benar-benar menjadi jembatan emosional antara masa lalu dan masa kini.
Kritik dan Tantangan
Meski dipuji, remake ini juga tidak luput dari kritik.
-
Struktur Episodik
Remake ini hanya mencakup bagian Midgar. Fans harus menunggu sekuel berikutnya untuk melanjutkan cerita. -
Side Quest Repetitif
Beberapa misi tambahan dianggap kurang menarik, seperti sekadar mengumpulkan item atau mengalahkan monster biasa. -
Ukuran Game Besar
Dengan detail grafis dan cutscene yang megah, ukuran file game sangat besar, memakan ruang penyimpanan konsol.
Namun, semua kritik ini tetap tertutupi oleh kualitas narasi, visual, dan pengalaman bermain yang luar biasa.
Dampak Final Fantasy VII Remake bagi Industri
Rilisnya remake ini menjadi bukti bagaimana sebuah game klasik bisa dihidupkan kembali dengan sukses. Penjualannya meledak, ulasan kritikus rata-rata tinggi, dan komunitas gamer kembali membicarakan Final Fantasy secara masif.
Lebih jauh, Final Fantasy VII Remake membuka diskusi tentang cara terbaik melakukan remake. Apakah harus setia 100% pada original, atau berani mengambil kebebasan kreatif? Square Enix jelas memilih opsi kedua.
Dampaknya, banyak studio lain mulai melirik potensi remake. Resident Evil, Silent Hill, hingga game lokal pun terinspirasi untuk mencoba langkah serupa.
Penutup: Sebuah Nostalgia yang Bertransformasi
Final Fantasy VII Remake bukan hanya sebuah game; ia adalah karya seni interaktif yang menghubungkan generasi lama dengan generasi baru. Nostalgia bercampur inovasi, menciptakan pengalaman emosional yang sulit dilupakan.
Bagi fans lama, ini adalah kesempatan merasakan kembali kenangan masa kecil dalam format modern. Bagi pemain baru, ini adalah pintu masuk menuju salah satu kisah paling ikonik dalam sejarah game.
Dan mungkin, remake ini memberi pelajaran sederhana: kenangan masa lalu memang indah, tapi selalu ada ruang untuk menafsirkannya kembali, lebih relevan dengan masa kini.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming
Baca Juga Artikel Dari: Total Battle: Strategi, Tantangan, dan Keseruan