Jakarta, teckknow.com – Suatu sore di sebuah warnet kecil di Jakarta Selatan, seorang remaja bernama Dito sedang berburu game baru buat mengisi waktu libur sekolah. “Ada game baru, namanya Eclipse Protocol,” ucap temannya yang baru saja selesai main. Dito penasaran. Dia buka laptop, cari-cari. Yang dia temukan bukan satu, tapi dua game berbeda dengan judul yang sama: Eclipse Protocol.
Dari sinilah cerita menarik ini bermula.
Di tengah gelombang game AAA dan hype-hype besar di TikTok, muncul game-game indie yang bikin kita kembali pada esensi bermain: sederhana, tapi menggigit. Eclipse Protocol adalah salah satunya—atau… dua, tepatnya. Karena nama ini ternyata dipakai dua developer berbeda dengan konsep yang benar-benar berlainan.
Eclipse Protocol ala Methshart Interactive – Survival FPS dengan Cita Rasa Retro
Bayangkan ini: Kamu berada di kota yang tiba-tiba diserang alien. Gedung-gedung runtuh, suara sirine meraung, dan kamu—seorang warga biasa—tiba-tiba harus memegang senjata dan bertahan hidup. Nah, premis inilah yang ditawarkan Eclipse Protocol versi Methshart Interactive.
FPS Low-Poly dengan Nuansa Nostalgia
Kalau kamu tumbuh besar dengan game seperti Delta Force atau Counter Strike 1.6, Eclipse Protocol ini bakal bikin kamu senyum-senyum sendiri. Gaya visualnya low-poly, desain karakternya sederhana, tapi atmosfernya? Tegang.
Menurut ulasan di media teknologi lokal seperti Dailysocial dan Hybrid, game ini masuk ke dalam kategori sleeper hit. Tidak banyak dibicarakan di awal, tapi komunitas gamer underground langsung meminatinya. Salah satu alasan utamanya adalah gameplay yang “jujur” — tidak banyak gimmick, tapi terasa intens dan adiktif.
Gelombang Alien Tak Pernah Habis
Eclipse Protocol bukan sekadar shooter biasa. Di setiap level, kamu harus menghadapi gelombang alien yang datang terus-menerus. Mereka tidak hanya cepat, tapi juga cerdik. Kadang muncul dari balik reruntuhan, kadang melompat dari atap.
Yang menarik, game ini tidak memberikan jalan cerita panjang lebar. Seperti kata pengembangnya, “Kamu nggak butuh latar belakang rumit buat tahu bahwa alien menyerang dan kamu harus bertahan.”
Spesifikasi Rendah, Hiburan Maksimal
Game ini bisa dimainkan di PC kentang sekalipun. Bahkan netbook jadul milik redaksi kami berhasil menjalankannya dengan frame rate stabil. Dukungan kontroler juga jadi nilai tambah buat yang ingin main lebih nyaman.
Eclipse Protocol ala Iron – Platformer 2D yang Lahir dari Tantangan Game Jam
Kita beralih ke Eclipse Protocol lainnya—game platformer 2D yang dikembangkan oleh developer indie bernama Iron. Game ini bukan muncul dari studio besar, melainkan dari semangat seorang developer yang ikut serta dalam ajang ROG Challenge 2024.
Dari Tantangan Menjadi Game Utuh
Iron membuat Eclipse Protocol dalam waktu terbatas. Inspirasi visualnya? Gaya 1-bit seperti Downwell dan Undertale. Simpel, tapi menohok.
Cerita dalam game ini juga menarik. Karakter utama adalah seorang astronot yang terbangun di stasiun luar angkasa asing, dan harus menyelesaikan misi demi misi untuk mengaktifkan protokol “Eclipse” yang konon bisa menyelamatkan umat manusia.
Meski sederhana, atmosfer game ini cukup mendalam. Warna hitam putih, musik ambient minimalis, dan tantangan platformer yang tricky membuatnya cocok buat kamu yang suka tantangan sejenis Celeste atau Hollow Knight, tapi versi ringan.
Dukungan Komunitas: Kecil Tapi Militan
Menurut laporan dari media lokal seperti Gamebrott, game ini berhasil menarik perhatian komunitas indie karena pendekatan naratifnya yang “berani untuk jadi beda”. Ia tidak mencoba menjadi seperti game mainstream. Justru kesederhanaannya menjadi daya tarik.
Game ini juga open-source, dan Iron mengajak siapa pun untuk ikut mengembangkan atau memodifikasinya. Dalam dua minggu saja, sudah ada tiga mod tidak resmi yang menyebar di forum Discord indie lokal.
Kenapa Dua Game Berjudul Sama Bisa Ada Bersamaan?
Pertanyaan yang pasti muncul: kok bisa dua game beda tapi namanya sama?
Dalam dunia game indie, hal ini bukan sesuatu yang asing. Tidak adanya sistem paten yang ketat pada nama game (kecuali kamu sudah punya merek dagang terdaftar), membuat banyak developer bisa saja tidak sadar menggunakan nama yang sama.
Dalam kasus Eclipse Protocol, dua game ini bahkan lahir dari konteks yang berbeda. Methshart Interactive membuatnya sejak awal sebagai proyek serius. Sementara Iron hanya menjadikannya prototipe untuk ajang game jam.
Tapi yang menarik, justru karena nama yang sama, orang-orang mulai penasaran dan mencoba keduanya. Ini semacam kebetulan yang menyenangkan bagi komunitas gamer.
Seorang reviewer dari media Tek.id sempat menyatakan bahwa Eclipse Protocol menjadi contoh bagaimana dua developer bisa memberikan interpretasi berbeda terhadap konsep “protokol penyelamatan di tengah krisis”. Yang satu melalui senjata dan alien, yang lain lewat lompatan dan misteri luar angkasa.
Peluang Game Indie di Tengah Hegemoni Game AAA
Fenomena Eclipse Protocol memberi kita insight menarik soal dunia game indie di Indonesia dan dunia.
Ketika game seperti Elden Ring atau GTA VI menyedot perhatian dunia dengan bujet miliaran, developer kecil seperti Methshart atau Iron masih bisa bersinar lewat cerita kuat, mekanik solid, dan pendekatan kreatif.
Menurut laporan dari media teknologi lokal, peningkatan pengguna PC gaming low-budget di Indonesia memicu kebangkitan game indie. Banyak pemain yang mencari game ringan, tapi tetap menantang. Dan Eclipse Protocol menjawab kebutuhan itu.
Game seperti ini juga jadi arena eksplorasi buat developer muda. Banyak dari mereka adalah mahasiswa atau bahkan pelajar yang menggunakan waktu luang untuk membuat game dan bereksperimen.
Eclipse Protocol versi Iron, misalnya, dikerjakan oleh satu orang dengan bantuan beberapa aset open-source. Tapi impact-nya? Nggak main-main. Ia masuk dalam daftar “10 game platformer indie terbaik bulan itu” versi situs komunitas gaming Indonesia.
Masa Depan Eclipse Protocol – Apakah Akan Berkembang Lebih Jauh?
Apakah Eclipse Protocol akan menjadi franchise besar? Mungkin tidak. Tapi bukan berarti mereka tidak layak mendapat perhatian.
Methshart Interactive kabarnya sedang mempertimbangkan untuk membuka akses multiplayer via LAN. Sementara Iron berniat merilis versi “director’s cut” dari game-nya dengan cutscene tambahan dan sistem ending ganda.
Keduanya menggambarkan semangat gigih developer indie: modal kecil, tapi tekad besar. Mereka tidak takut bereksperimen. Bahkan ketika tahu nama game mereka sama, keduanya saling mendukung di forum indie—suatu pemandangan yang jarang ditemukan di industri yang kerap kompetitif.
Penutup: Ketika Kreativitas Menemukan Jalannya
Eclipse Protocol adalah bukti bahwa dunia game tidak melulu soal siapa yang punya grafis paling mewah atau siapa yang punya investor paling banyak. Kadang, yang dibutuhkan hanyalah ide kuat, eksekusi tulus, dan komunitas yang terbuka.
Dari warnet kecil di Jakarta, hingga forum indie di Yogyakarta, dari gamer kasual sampai reviewer media profesional—semua bisa sepakat: Eclipse Protocol, entah versi mana yang kamu mainkan, adalah game yang layak untuk dinikmati dan diapresiasi.
Dan kalau kamu masih bingung mau main yang mana dulu? Jawabannya sederhana: mainkan dua-duanya. Karena dalam dunia game, terkadang dua kepala lebih baik daripada satu.
Baca Juga Artikel dari: Downwell Game – Petualangan Pixel Seru dan Menegangkan!
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming