JAKARTA, teckknow.com – Bayangkan duduk di depan layar, cahaya rembulan terpantul di helm astronot digital yang sedang melayang di ruang hampa. Ada keheningan, namun keheningan itu justru penuh cerita. Deliver Us The Moon bukan sekadar permainan biasa; ia adalah narasi yang menjembatani antara kebutuhan energi manusia di Bumi dengan mimpi kolonisasi luar angkasa. Sebagai seorang pembawa berita, rasanya seperti sedang melaporkan kisah investigasi global yang terbungkus dalam medium interaktif. Bedanya, kali ini penonton ikut menjadi bagian dari cerita.
Game ini pertama kali dirilis oleh KeokeN Interactive, sebuah studio asal Belanda, dan langsung mencuri perhatian gamer di seluruh dunia. Tidak hanya karena grafisnya yang sinematik, tetapi juga karena tema yang diangkat: krisis energi global dan pertaruhan manusia untuk bertahan hidup. Bagi sebagian orang, ini hanyalah hiburan. Namun, bagi sebagian lain, Deliver Us The Moon terasa seperti ramalan kecil tentang masa depan.
Latar Belakang dan Fenomena Deliver Us The Moon
Deliver Us The Moon mengambil setting masa depan dekat, di mana energi di Bumi semakin menipis. Satu-satunya harapan: Bulan. Manusia membangun World Space Agency (WSA) untuk mengelola sumber energi di sana. Tetapi tiba-tiba, proyek itu terhenti, komunikasi terputus, dan misi penyelamatan harus diluncurkan.
Narasi ini menarik karena menyentuh realita. Saat dunia nyata bicara tentang panel surya di orbit, eksplorasi Mars oleh SpaceX, atau eksperimen nuklir miniatur, Deliver Us The Moon membayangkan apa jadinya bila satu-satunya sumber energi alternatif ada di Bulan. Sebagai pembawa berita, ada sensasi seakan sedang membacakan laporan investigasi internasional: siapa yang salah, kenapa misi gagal, dan bagaimana nasib umat manusia berikutnya.
Banyak gamer menyebutnya sebagai gabungan antara dokumenter ilmiah dengan thriller luar angkasa. Bayangkan film seperti Gravity, The Martian, dan Interstellar digabung, lalu diberi kesempatan untuk dialami secara interaktif.
Narasi, Anekdot, dan Pengalaman Bermain
Salah satu kekuatan terbesar game ini adalah narasi. Ada saat ketika pemain harus berjalan melewati stasiun ruang angkasa yang kosong, sunyi, tanpa tanda kehidupan. Seorang teman pernah bercerita, saat memainkan misi EVA (extravehicular activity), ia sampai lupa bernapas karena atmosfer yang begitu mencekam.
Game ini tidak mengandalkan jumpscare atau aksi tembak-tembakan, melainkan rasa kesepian dan ketidakpastian. Sama seperti seorang jurnalis yang melakukan liputan investigasi di lokasi bencana: tidak ada keramaian, hanya jejak-jejak cerita yang harus disusun menjadi narasi utuh. Pemain mengumpulkan potongan data, mendengarkan rekaman audio, dan mencoba memahami apa sebenarnya yang terjadi.
Lebih menarik lagi, ada anekdot kecil yang sering muncul di komunitas gamer. Banyak yang bercanda bahwa Deliver Us The Moon bukan hanya game, tapi juga “simulator kesepian di luar angkasa.” Beberapa orang mengaku memainkan game ini sambil mematikan lampu kamar, agar benar-benar terasa atmosfernya.
Analisis Gaya Jurnalis: Relevansi dan Tren Deliver Us The Moon
Jika dilihat dari perspektif jurnalisme teknologi, Deliver Us The Moon merepresentasikan tren game indie yang makin berani mengangkat isu global serius. Alih-alih fokus pada kompetisi multiplayer atau sistem monetisasi agresif, game ini membawa pesan sosial dan ilmiah.
Bahkan beberapa kritikus menyebut game ini sebagai “wake up call” tentang ketergantungan manusia pada energi. Ketika bahan bakar fosil semakin habis, siapa yang menjamin bahwa kita tidak akan benar-benar mengincar Bulan atau planet lain untuk bertahan hidup?
Tren game naratif seperti ini juga semakin populer. Kehadiran game sejenis — seperti Firewatch, What Remains of Edith Finch, atau Tacoma — menunjukkan bahwa industri game tidak lagi hanya tentang refleks cepat, tetapi juga tentang pengalaman emosional dan intelektual. Deliver Us The Moon menempati posisi unik karena membawa isu global ke level personal, lewat mata seorang astronot tunggal yang memikul beban masa depan umat manusia.
Dampak dan Relevansi Sosial
Deliver Us The Moon tidak hanya relevan sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media edukasi. Banyak yang berpendapat bahwa game ini membuat mereka lebih sadar tentang isu energi global. Beberapa pengajar bahkan menggunakan potongan gameplay untuk mendiskusikan konsep energi terbarukan di kelas.
Di sisi lain, game ini juga menyentuh aspek psikologis. Kesepian, keterasingan, dan ketidakpastian masa depan adalah tema universal yang bisa dirasakan siapa saja. Dalam konteks global pandemi beberapa tahun lalu, perasaan ini menjadi semakin relevan. Gamer merasa seakan-akan sedang menjalani karantina di luar angkasa: sendirian, namun tetap berjuang demi tujuan yang lebih besar.
Penutup
Deliver Us The Moon adalah lebih dari sekadar game. Ia adalah refleksi, peringatan, sekaligus mimpi tentang masa depan umat manusia. Ketika berita dunia nyata terus dibanjiri isu perubahan iklim, krisis energi, dan eksplorasi ruang angkasa, game ini hadir sebagai narasi alternatif yang mampu menggugah rasa penasaran sekaligus kepedulian.
Bagi yang ingin sekadar menikmati atmosfer luar angkasa dengan grafis memukau, game ini sudah cukup memuaskan. Namun bagi yang ingin menyelami makna lebih dalam, Deliver Us The Moon adalah pengalaman yang bisa mengubah cara pandang terhadap masa depan Bumi.
Pada akhirnya, game ini bukan hanya tentang menyelamatkan dunia fiksi, tetapi juga tentang refleksi nyata: sejauh mana manusia akan berani mengambil langkah untuk menjaga kelangsungan hidupnya?
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Gaming
Baca juga artikel lainnya: Fall Guys: Fenomena Game Party Global