Jakarta, teckknow.com – Ketika Ubisoft merilis Assassin’s Creed pertama pada tahun 2007, dunia gaming dikejutkan oleh ide yang belum pernah ada sebelumnya — sebuah game aksi-petualangan yang menggabungkan sejarah, filsafat, dan teknologi futuristik.
Pemain tidak hanya membunuh musuh, tetapi juga menelusuri masa lalu melalui Animus, mesin yang memungkinkan manusia menghidupkan kembali kenangan leluhur.
Game ini memperkenalkan sosok Altaïr Ibn-La’Ahad, seorang Assassin dari masa Perang Salib yang memulai warisan panjang dari seri legendaris ini. Dari sinilah Assassin’s Creed Series menjadi ikon — bukan hanya karena gameplay parkour dan stealth-nya, tetapi juga karena narasi mendalam tentang kebebasan, kekuasaan, dan moralitas.
Ubisoft tidak sekadar membuat game. Mereka menciptakan sejarah yang bisa dimainkan.
Setiap kota, mulai dari Yerusalem, Firenze, hingga Paris, dibangun dengan detail arsitektur yang mengagumkan. Sejarawan bahkan memuji game ini karena memperkenalkan sejarah kepada generasi muda dengan cara yang menyenangkan dan interaktif.
Evolusi Assassin’s Creed: Dari Pedang ke Piksel

Perjalanan Assassin’s Creed Series bisa dibagi menjadi tiga era besar — masing-masing menandai evolusi teknologi dan pendekatan naratif Ubisoft.
a. Era Klasik (2007–2014): Parkour dan Konspirasi
Dimulai dari Assassin’s Creed (2007) hingga Assassin’s Creed: Unity (2014), seri ini berfokus pada dunia abad pertengahan hingga revolusi Prancis.
Karakter seperti Altaïr, Ezio Auditore, dan Connor Kenway memperkenalkan kisah keluarga, pengkhianatan, dan perjuangan antara Assassin dan Templar.
Game-game era ini menekankan stealth, eksplorasi kota, dan sistem “Eagle Vision” untuk mengenali target.
Di sisi lain, para pemain diajak memahami tema besar: kebebasan vs kontrol, pengetahuan vs dogma, dan kebenaran sejarah yang sering disembunyikan.
b. Era Transisi (2015–2017): Dunia yang Lebih Luas
Seri seperti Assassin’s Creed: Syndicate dan Assassin’s Creed: Origins mulai mengubah gameplay menjadi lebih terbuka (open-world RPG).
Sistem leveling, senjata, dan eksplorasi bebas memperkaya pengalaman pemain.
Lewat Bayek of Siwa di Origins, Ubisoft membawa pemain ke Mesir Kuno dan menelusuri asal mula Kredo Assassin.
c. Era Modern (2018–Sekarang): RPG dan Eksplorasi Dunia
Seri seperti Assassin’s Creed: Odyssey, Valhalla, dan yang terbaru Mirage, menandai pergeseran besar — dunia yang lebih luas, sistem dialog bercabang, dan eksplorasi budaya dari Yunani hingga Skandinavia.
Game-game modern ini tidak lagi hanya tentang membunuh dalam bayangan, tapi juga menjelajah identitas dan kebebasan manusia di tengah peperangan dan kepercayaan.
Filsafat di Balik Kredo Assassin
Salah satu daya tarik terbesar dari Assassin’s Creed Series adalah filosofi yang mendasarinya:
“Nothing is true, everything is permitted.”
Ungkapan ini bukan sekadar semboyan, tapi refleksi dari pemikiran eksistensial — bahwa manusia bebas memilih jalan hidupnya, tetapi setiap pilihan membawa konsekuensi.
Di satu sisi, para Assassin percaya pada kebebasan individu, sementara Templar percaya pada ketertiban mutlak demi perdamaian dunia.
Konflik ini menjadi dasar narasi setiap game: dua pihak dengan tujuan mulia, namun metode yang berlawanan.
Menariknya, Ubisoft tidak pernah menggambarkan siapa yang benar sepenuhnya. Pemain diajak merenung, bukan sekadar bertarung.
Di balik setiap misi pembunuhan, tersimpan dilema moral — apakah membunuh demi kebaikan tetap bisa disebut benar?
Peran Teknologi: Animus dan DNA Memori
Salah satu inovasi unik dari seri ini adalah konsep Animus — mesin yang memungkinkan manusia mengakses ingatan leluhur melalui kode DNA.
Dengan teknologi ini, pemain bisa “hidup kembali” di masa lalu dan mengalami sejarah dari sudut pandang berbeda.
Konsep ini tidak hanya cerdas dari sisi naratif, tapi juga membuka ruang bagi Ubisoft untuk menjelajah berbagai era tanpa kehilangan kesinambungan.
Mulai dari masa Mesir kuno hingga era Viking, semuanya tetap terhubung oleh satu garis besar — warisan DNA dan ideologi manusia.
Secara teknis, Animus juga menjadi jembatan antara dunia nyata (modern-day storyline) dan dunia masa lalu.
Tokoh seperti Desmond Miles hingga Layla Hassan menjadi perantara pemain dan kisah sejarah yang mereka alami.
Dunia yang Hidup: Desain, Musik, dan Budaya
Setiap seri Assassin’s Creed menghadirkan dunia yang imersif dan autentik.
Detail arsitektur, pakaian, hingga bahasa lokal digarap dengan teliti oleh tim riset sejarah Ubisoft.
-
Assassin’s Creed II menggambarkan Renaissance Italia dengan sempurna. Pemain bisa berjalan di Florence dan berbicara dengan Leonardo da Vinci.
-
Assassin’s Creed IV: Black Flag membawa suasana laut Karibia dengan kapal bajak laut, badai, dan kebebasan mutlak di lautan.
-
Assassin’s Creed Origins memperkenalkan Mesir dengan cahaya matahari gurun dan kehidupan masyarakatnya yang menawan.
Musik juga memainkan peran besar. Komposer seperti Jesper Kyd dan Sarah Schachner menciptakan atmosfer yang melengkapi narasi sejarah.
Setiap melodi, dari suara lonceng kota Firenze hingga nyanyian Viking di Valhalla, menambah kedalaman emosional pemain.
Assassin’s Creed dan Pendidikan Sejarah
Salah satu hal paling menarik dari seri ini adalah dampaknya terhadap dunia pendidikan.
Ubisoft bahkan merilis Assassin’s Creed Discovery Tour, mode edukatif yang mengizinkan pemain menjelajah dunia game tanpa pertempuran — hanya untuk belajar sejarah dan budaya.
Seorang guru sejarah di Jakarta pernah menggunakan Discovery Tour: Ancient Egypt dalam kelas daringnya. Murid-muridnya belajar tentang piramida, ritual Mesir, dan kehidupan rakyatnya langsung melalui pengalaman interaktif.
Hal ini membuktikan bahwa game bukan sekadar hiburan, tapi juga alat pembelajaran yang efektif.
Assassin’s Creed Series menjembatani kesenjangan antara teknologi dan pendidikan dengan cara yang menarik dan kontekstual.
Kritik dan Transformasi
Tentu saja, tidak semua perjalanan berjalan mulus.
Banyak pemain lama merasa bahwa seri modern seperti Odyssey dan Valhalla terlalu condong ke arah RPG dan kehilangan esensi stealth klasik.
Namun Ubisoft terus beradaptasi. Assassin’s Creed Mirage (2023) dikembangkan sebagai “kembali ke akar” — fokus pada stealth, parkour, dan atmosfer Timur Tengah seperti era Altaïr.
Dengan begitu, Ubisoft mencoba menyeimbangkan nostalgia pemain lama dengan inovasi baru yang lebih modern.
Masa Depan Assassin’s Creed
Ubisoft telah mengumumkan proyek besar bernama Assassin’s Creed Infinity — platform yang akan menyatukan berbagai era dan game Assassin’s Creed dalam satu ekosistem digital.
Konsep ini diharapkan menjadi jembatan antara sejarah, komunitas pemain, dan teknologi berbasis live service.
Selain itu, seri baru seperti Assassin’s Creed Codename Red (berlatar Jepang feodal) dan Hexe (dengan nuansa misteri penyihir Jerman abad ke-16) sedang dikembangkan.
Jika semua berjalan sesuai rencana, masa depan seri ini akan semakin luas dan menarik, menggabungkan unsur budaya, filsafat, dan gameplay yang terus berevolusi.
Nilai Filosofis dan Emosional bagi Pemain
Lebih dari sekadar game aksi, Assassin’s Creed Series menyentuh sisi emosional pemain.
Kisah tentang kehilangan, pengkhianatan, dan perjuangan untuk mencari kebenaran menjadi tema universal yang dekat dengan kehidupan manusia.
Setiap protagonis — Altaïr, Ezio, Bayek, atau Eivor — tidak hanya bertarung dengan musuh, tapi juga dengan dirinya sendiri.
Mereka adalah simbol pencarian makna hidup, keadilan, dan kebebasan.
Mungkin itulah alasan mengapa seri ini begitu dicintai: ia tidak hanya memberikan aksi, tetapi juga refleksi.
Kesimpulan: Assassin’s Creed Sebagai Warisan Digital
Lebih dari 15 tahun sejak debutnya, Assassin’s Creed Series telah menjadi legenda.
Ia bukan hanya game, tapi representasi seni, sejarah, dan kemanusiaan yang dikemas dalam bentuk interaktif.
Dari menara tinggi Firenze hingga kapal di Karibia, dari padang pasir Mesir hingga pegunungan Norwegia — setiap langkah pemain adalah bagian dari sejarah yang hidup.
Seri ini mengajarkan bahwa masa lalu bukan sekadar kenangan, tetapi cermin bagi masa depan.
Dan dalam setiap Assassin, kita menemukan potongan diri manusia: rasa ingin tahu, kebebasan, dan perjuangan untuk menemukan kebenaran.
Baca Juga Konten Dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming
Baca Juga Artikel Dari: Menyelami Kegelapan: Kisah Epik di Balik Game Dante’s Inferno dan Daya Tariknya yang Abadi