Split Fiction: Game Naratif Baru yang Ubah Cara Kita Melihat Dunia Fiksi

Jakarta, teckknow.com – Suatu malam di ruang kerja kecil di Kyoto, seorang desainer muda menatap layar kosong dan berbisik pelan:

“Bagaimana jika dalam satu dunia, dua kebenaran bisa hidup berdampingan?”

Dari ide itu lahirlah Split Fiction, sebuah game yang kini ramai diperbincangkan di komunitas gamer naratif. Game ini bukan sekadar hiburan; ia adalah eksperimen terhadap emosi, pilihan moral, dan cara manusia memahami realitas.

Split Fiction menempatkan pemain di tengah dunia yang terbagi dua: dunia “Nyata” dan dunia “Rekonstruksi”. Setiap keputusan yang diambil di satu dunia akan memengaruhi yang lain — bahkan mengubah nasib karakter yang tidak pernah kita temui langsung.
Bukan tanpa alasan, game ini dijuluki sebagai “The Butterfly Effect Simulator” oleh para pengulas media internasional.

Bagi para penggemar Life is Strange, Detroit: Become Human, atau The Medium, Split Fiction hadir sebagai perpaduan unik antara narasi interaktif, gameplay psikologis, dan sinematografi yang mengguncang batin.

Dunia Ganda dan Moral Ganda: Konsep yang Mengguncang Pemain

Split Fiction

Split Fiction membawa konsep “dua realitas paralel” ke tingkat yang belum pernah dijelajahi sebelumnya. Pemain mengendalikan dua karakter — Elias, seorang jurnalis investigasi, dan Lyra, seorang ilmuwan yang hidup di dunia alternatif hasil rekonstruksi AI.

a. Dua Dunia, Dua Pilihan

Dalam setiap bab, pemain harus menyeimbangkan keputusan antara dunia Elias dan Lyra.
Jika Elias mengungkap korupsi besar di dunia nyata, dampaknya mungkin membuat dunia Lyra kehilangan stabilitas.
Jika Lyra mengutamakan stabilitas sistem AI, maka dunia nyata Elias akan terancam oleh kekacauan sosial.

Dari sini, muncul dilema: apakah kebenaran lebih penting dari kedamaian?

b. Gameplay dan Narasi yang Terjalin

Tidak seperti game naratif lain yang terpisah antara cerita dan aksi, Split Fiction menggabungkan keduanya dengan mulus.
Setiap langkah kecil — membuka pintu, menulis laporan, atau mengubah data eksperimen — akan membuka jalan cerita yang berbeda.

Para pemain mengatakan game ini membuat mereka “berpikir seperti dua orang sekaligus”. Sebuah ulasan dari komunitas game fiktif IndieVerse Review menulis,

“Split Fiction bukan sekadar permainan; ini adalah refleksi diri digital. Kamu bukan hanya memilih — kamu sedang menilai siapa dirimu.”

Inovasi Teknologi: AI yang Menciptakan Cerita yang Hidup

Yang membuat Split Fiction benar-benar mencengangkan bukan hanya kisahnya, tapi juga teknologi di baliknya.
Game ini dikembangkan dengan engine milik studio independen bernama AetherWorks Interactive, yang menggabungkan AI naratif bernama “Lyric Engine” — sistem yang memungkinkan cerita berubah secara dinamis berdasarkan gaya bermain tiap pemain.

Tidak ada dua pemain yang mengalami kisah yang sama.
AI akan menganalisis:

  • Keputusan pemain

  • Durasi waktu di setiap area

  • Urutan percakapan yang dipilih

  • Bahkan cara pemain bereaksi terhadap tekanan emosional

Hasilnya? Game ini terasa “hidup” dan bereaksi seperti manusia.

Teknologi ini membuat banyak analis menyebut Split Fiction sebagai “loncatan besar” dalam industri interactive storytelling.
Bahkan kabarnya, beberapa universitas di Jepang dan Eropa mulai menggunakan game ini sebagai bahan studi untuk penelitian psikologi perilaku interaktif.

Perjalanan Studio: Dari Proyek Indie ke Fenomena Global

Split Fiction bukan produk dari perusahaan raksasa — melainkan hasil perjuangan 12 orang kreator muda yang bermimpi mengubah cara dunia menikmati game.
Studio AetherWorks Interactive bermarkas di Malang dan Tokyo, hasil kolaborasi lintas negara antara developer Indonesia dan Jepang.

Awalnya, proyek ini hanya prototype kecil di Kickstarter tahun 2023 dengan target dana 50 ribu dolar. Tapi antusiasme komunitas game naratif luar biasa — kampanye itu menembus 350 ribu dolar dalam dua minggu.
Dari sinilah BNI (Bank Negara Indonesia) dikabarkan ikut memberikan fasilitas pembiayaan untuk pengembangan tim lokal yang berbasis di Malang, menjadikan proyek ini contoh nyata kolaborasi lintas ekonomi kreatif.

Kini, game ini telah menembus pasar Steam, Epic Games Store, dan PlayStation Network dengan rating 9/10 dari pemain.

Cerita tentang studio kecil yang menembus panggung global ini seperti film itu sendiri: penuh tekad, keberanian, dan keajaiban.

Visual dan Musik: Emosi dalam Setiap Piksel

Split Fiction tidak hanya memanjakan pikiran, tapi juga mata dan telinga.
Visualnya memadukan gaya semi-realist dengan palet warna yang berubah sesuai dunia — biru dingin untuk realitas Elias, dan oranye hangat untuk dunia Lyra.

Musik garapan Kenji Tsuruda, komponis muda yang pernah bekerja di proyek indie “Echoverse”, membuat atmosfer setiap adegan terasa sinematik.
Dari melodi piano lembut hingga dentuman bass yang mengguncang adegan klimaks, semuanya menciptakan pengalaman emosional yang menyeluruh.

Setiap bab bahkan memiliki “tema musik” tersendiri yang berubah tergantung keputusan pemain.
Jika pemain lebih sering mengambil keputusan moral abu-abu, musiknya menjadi disonan — menggambarkan konflik batin yang mendalam.

Reaksi Dunia: Ketika Kritik dan Pujian Menyatu

Split Fiction disambut hangat di berbagai media internasional.
Portal gaming ternama seperti GameInformer Asia menulis bahwa game ini “menyatukan konsep moral dan kecerdasan buatan secara elegan”, sementara komunitas Steam menyebutnya “permainan yang membuatmu introspeksi”.

Namun, tak semua komentar positif. Beberapa pemain menganggap ceritanya terlalu berat dan memaksa mereka berpikir terlalu dalam — sesuatu yang, ironisnya, justru membuat game ini unik di tengah arus hiburan instan.

Seorang pemain menulis di forum:

“Aku pikir aku bermain game, tapi ternyata aku sedang diajak berdialog dengan sisi terdalam diriku sendiri.”

Kesimpulan: Split Fiction, Batas Baru Antara Realitas dan Imajinasi

Split Fiction bukan hanya game — ia adalah cermin digital.
Ia menunjukkan bahwa dunia fiksi tak selalu tentang pelarian, melainkan tentang bagaimana kita memahami realitas melalui pilihan-pilihan kecil yang kita buat.

Dalam era di mana kebanyakan game mengejar aksi dan kecepatan, Split Fiction memilih jalan yang berbeda: pelan, reflektif, dan menyentuh.
Ia mengingatkan kita bahwa dalam setiap cerita — bahkan di dunia digital — selalu ada dua sisi kebenaran.

Sebagaimana kata Lyra dalam adegan terakhir:

“Kita semua hidup di antara dua dunia — satu yang kita lihat, dan satu yang kita ciptakan.”

Baca Juga Konten Dengan Artiikel Terkait Tentang: Gaming

Baca Juga Artikel Dari: Blue Prince: Puzzle Misterius yang Menguji Logika dan Kesabaran Pemain Modern

Author