Jakarta, teckknow.com – Di tengah ramainya pasar game RPG open-world, sebuah nama baru muncul dan langsung menyita perhatian komunitas: Wuthering Waves. Diumumkan oleh developer asal Tiongkok, Kuro Games, Wuthering Waves digadang-gadang sebagai “pesaing sejati” Genshin Impact, tapi sebenarnya ia hadir dengan identitas yang jauh lebih kompleks dan unik.
Wuthering Waves mengambil latar di dunia pasca-bencana, di mana umat manusia nyaris punah setelah kejadian misterius bernama “Lament.” Karaktermu, seorang Resonator bernama Rover, terbangun tanpa ingatan, lalu perlahan-lahan memahami bahwa dunia yang ia lihat bukan hanya butuh diselamatkan—tapi juga dihidupkan kembali dari reruntuhan moral, sosial, dan spiritual.
Saat pertama kali memainkan demo versi beta-nya, kesan pertama yang muncul bukan hanya “wah, ini cakep”, tapi lebih ke “wah, ini beda”. Musik melankolis menyatu dengan visual dunia suram, penuh reruntuhan dan kenangan yang hilang. Wuthering Waves bukan cuma menjual pertarungan dan eksplorasi, tapi juga atmosfer dan perasaan kehilangan.
“Waktu pertama kali main, saya ngerasa kayak gabungan antara NieR Automata dan Genshin, tapi dengan nuansa sci-fi post-apocalyptic yang lebih kuat,” kata Arya, seorang game streamer yang ikut menguji versi closed beta.
Mekanika yang Lincah, Pertarungan yang Dinamis—Gameplay Lebih dari Sekadar Button Mash
Kalau ada satu aspek yang membuat Wuthering Waves benar-benar bersinar, itu adalah sistem pertarungannya. Cepat, responsif, dan penuh opsi. Ini bukan game yang cukup kamu mainkan sambil satu tangan nyemil. Kamu harus aktif membaca pola musuh, memilih timing skill, dan mengatur posisi karakter dengan cermat.
Kuro Games membawa sistem combat ala action RPG penuh gaya:
-
Chain Attack dan Echo System jadi highlight.
-
Pemain bisa mengganti karakter secara real-time dan menciptakan kombo mematikan.
-
Ada parry dan dodge dengan window waktu yang ketat, mirip Soulslike tapi dalam format anime.
Setiap karakter disebut sebagai “Resonator”, yang punya skill dan elemen unik. Menariknya, kamu juga bisa menangkap “Echoes”—semacam entitas dari monster yang kamu kalahkan—lalu menggunakannya dalam pertempuran. Ini seperti kamu meminjam kemampuan musuh dan menggabungkannya dengan milikmu.
Misalnya, kamu bisa memanggil Echo besar berbentuk naga mekanik yang langsung menyerang musuh saat situasi genting. Atau Echo kecil seperti serigala cepat untuk mobilitas ekstra. Ini membuka lapisan strategis dalam gameplay yang terasa segar dan beda.
Dengan animasi halus, transisi antar skill yang seamless, dan efek visual yang bersih, pertarungan di Wuthering Waves benar-benar terasa “hidup”. Bahkan saat kamu kalah, kamu tahu bahwa sistem game-nya fair. Kamu akan berpikir, “Oke, ini salahku, gue bisa lebih baik lagi,” bukan “Aduh, game-nya gak adil”.
Dunia yang Hancur Tapi Penuh Harapan—Eksplorasi dan Lore yang Dalam
Wuthering Waves bukan open world biasa. Alih-alih dunia yang penuh warna dan karakter ceria, kamu akan menjelajahi reruntuhan kota, dataran sunyi, dan bangunan terbengkalai. Tapi bukan berarti ini game yang muram. Justru di situlah kekuatannya—membangun suasana yang sendu tapi penuh potensi harapan.
Dunia dalam Wuthering Waves dirancang vertikal, artinya kamu bisa memanjat, meluncur, berlari cepat, dan menggunakan grappling hook untuk mobilitas lebih luas. Ini bukan sekadar fitur tambahan—ini membuat eksplorasi terasa menyenangkan dan rewarding.
Beberapa poin eksplorasi penting:
-
Ada sistem puzzle dan tantangan lingkungan seperti tower defense mini, ruang rahasia, dan area yang hanya bisa diakses dengan Echo tertentu.
-
World design-nya tidak linear. Kamu bisa menemukan jalan pintas, menyusup ke ruang rahasia, atau menemukan Echo langka yang tersembunyi dalam reruntuhan.
-
Cerita tidak selalu disampaikan lewat cutscene. Banyak lore dunia ditanam melalui artefak, catatan, atau percakapan singkat yang memancing rasa ingin tahu.
Kuro Games juga menyisipkan unsur musik sebagai elemen naratif. Beberapa karakter memiliki tema lagu tertentu yang memengaruhi gameplay, seperti memanggil Echo dengan ritme tertentu atau membuka segmen memori tersembunyi dari masa lalu dunia.
Karakter-Karakter Unik dan Relatable—Bukan Sekadar Waifu dan Husbando
Satu hal yang cepat terlihat dari Wuthering Waves adalah betapa seriusnya tim desain karakter dalam membangun latar belakang setiap Resonator. Mereka bukan cuma karakter cantik atau ganteng dengan skill OP—tapi juga punya motivasi, trauma, dan hubungan yang kompleks dengan dunia pasca-Lament.
Contoh karakter yang paling banyak disorot selama beta:
-
Verina – seorang penyembuh dengan kemampuan Echo support, terlihat tenang dan penuh kasih, tapi menyimpan rasa bersalah besar terhadap kehancuran masa lalu.
-
Jiyan – bertipe melee DPS, digambarkan sebagai ksatria tanpa kerajaan. Punya cita-cita membangun dunia baru dengan kepercayaan penuh pada perubahan.
-
Yangyang – pengguna senjata senar, punya skill crowd control unik dan narasi tentang kehilangan adiknya saat Lament.
Interaksi antar karakter terasa alami, tidak terlalu dipaksakan untuk romantisasi. Alih-alih adegan dramatis klise, Wuthering Waves memilih pendekatan lembut dan filosofis—kita lebih sering merenung bersama karakter dibanding mendengar monolog heroik.
Bahkan sang protagonis, Rover, bukan tipikal “chosen one”. Ia hanyalah potongan teka-teki besar yang menyatu dengan dunia. Pemain akan pelan-pelan membuka ingatannya, menemukan alasan mengapa ia terbangun di Da’at (eh, maksud kami… di dunia pasca-Lament), dan siapa dirinya sebenarnya.
Harapan dan Tantangan—Apakah Wuthering Waves Bisa Bertahan di Tengah Persaingan Ketat?
Tidak bisa dimungkiri, saat game ini muncul di radar publik, perbandingan langsung dengan Genshin Impact pun bermunculan. Dan memang, dari segi visual dan pendekatan monetisasi (gacha, open world), Wuthering Waves berada di wilayah yang sama.
Namun, Kuro Games tampaknya punya ambisi lain. Mereka ingin membangun pengalaman yang lebih kompleks dan dewasa, dengan:
-
Sistem combat yang lebih teknikal.
-
Lore dunia yang lebih kelam dan dalam.
-
Fokus pada eksplorasi vertikal dan ritme permainan yang intens.
-
Update konten yang dijanjikan akan terus berfokus pada pengembangan cerita utama, bukan sekadar fanservice.
Tantangan tentu banyak. Dari sisi stabilitas server, ekosistem gacha yang adil, hingga bagaimana developer menjaga kepercayaan pemain dari waktu ke waktu. Tapi dengan hasil Closed Beta yang cukup positif, komunitas gamer tampak menaruh harapan besar.
“Wuthering Waves itu kayak… lo dikasih anime post-apocalyptic, tapi bisa lo kendalikan, lo pahami, dan lo rasakan emosinya sendiri,” ujar Indra, pemain veteran game action RPG dari Bandung.
Dan bisa dibilang, gelombang pertama dari Wuthering Waves telah datang. Kini tinggal tunggu apakah ia benar-benar akan jadi badai yang mengubah arah genre RPG open-world, atau hanya riak kecil di tengah samudra gacha.
Penutup: Wuthering Waves dan Janji Akan Dunia Baru yang Lebih Dalam
Di dunia game yang semakin ramai dengan warna-warni dan efek kilat yang saling meniru, Wuthering Waves hadir dengan suara yang berbeda. Ia tidak berteriak, tidak memaksakan diri jadi pusat perhatian. Tapi ia mengundang kita untuk tenggelam dalam dunianya—dengan tenang, dengan hati.
Bukan untuk semua orang, mungkin. Tapi justru itu yang membuatnya spesial.
Jika kamu pernah merasa bosan dengan dunia open-world yang hanya penuh tantangan harian dan grinding, Wuthering Waves mungkin bisa jadi jawaban. Di sinilah, kamu akan diajak berpikir, merasakan, dan bertarung bukan hanya demi EXP, tapi demi tujuan yang lebih besar—memahami arti kemanusiaan dalam dunia yang porak-poranda.
Karena pada akhirnya, bukan seberapa besar damage yang kamu hasilkan, tapi apa yang kamu pertahankan dari kehancuran itu sendiri.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Gaming
Baca Juga Artikel dari: Bomber Friends: Cara Main Seru & Tips Menang Terus!